Rabu, 14 April 2010

Filter Rokok Mengandung Darah Babi Harus Dibuktikan



Masyarakat di Indonesia mulai menyikapi hasil penelitian ilmuwan asal Belanda, yang menyebut adanya kandungan darah babi pada filter rokok. Mengantisipasi keresahan masyarakat, berbagai kalangan mau pun para ulama minta ilmuwan bisa membuktikannya secara ilmiah.
Selain didasarkan pada antisipasi keresahan masyarakat, permintaan tersebut juga disampaikan untuk kepentingan penetapan hukum rokok.

"Pada dasarnya ulama menerima setiap hasil penelitian, siapapun yang melakukan. Tapi alangkah baiknya kalau penelitian itu bisa dibuktikan secara kongkrit kebenarannya,"
Hal ini juga pernah dilakukan di kisaran tahun 1960, pada saat beredarnya kabar bumbu masak mengandung lemak babi.

Saat itu perwakilan masyarakat dan ulama datang ke produsen bumbu masak hanya untuk membuktikan kebenaran kabar yang beredar. Hasilnyapun ternyata tidak benar, dan setelah ditelaah lebih lanjut kabar itu disebarkan hanya karena persaingan usaha.

Apabila temuan ilmuan terkait filter rokok mengandung darah babi terbukti benar, kemungkinan NU yang sebelumnya menghukumi rokok secara makruh juga siap melakukan perubahan dengan menjadikannya haram.

Untuk itu masyarakat saat ini, khususnya bagi umat muslim yang menjadi perokok tidak perlu resah. Selama temuan ilmuan yang menyebut rokok mengandung lemak babi belum terbukti, niscahya NU tidak akan merubah hukum rokok dari makruh.

Sebelumnya, sebuah riset terbaru dari seorang ilmuwan Belanda mengguncangkan publik. Dia menemukan kandungan hemoglobin (darah merah) dari babi sebagai salah satu bahan untuk filter rokok.

Fakta mencengangkan ini diungkapkan peneliti dari Eindhoven, Belanda, Christien Meindertsma dan didukung oleh Profesor Kesehatan Masyarakat dari University of Sydney, Simon Chapman. Hemoglobin atau protein darah babi, ternyata digunakan untuk membuat filter rokok agar lebih efektif untuk menangkap bahan kimia berbahaya, sebelum masuk paru-paru seorang perokok.

Di daerah Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf meminta Balai Pengawasan Obat dan Makanan meneliti kandungan rokok yang disebutkan mengandung darah babi seperti yang pernah dilansir peneliti di Australia. Dia meminta BPOM, mewakili pemerintah, bertindak cepat karena kabar meresahkan umat Islam. Selain itu isu tersebut memukul dunia usaha rokok yang saat ini menyumbang pemasukan kepada pemerintah hingga Rp 43 triliun per tahun.
Atas hal itu pula Ipul meminta para ulama untuk tidak mudah mengeluarkan fatwa haram dari merokok seperti yang dilakukan Muhammadiyah. Sebab hingga saat ini, menurut dia, persoalan rokok termasuk dalam kategori yang mengakomodasi perbedaan pendapat. »Saya khawatir fatwa-fatwa itu terjebak pada bisnis pelaku usaha,” kata Ipul.(di kutip dari VIVAnews ).

Enam Dalil Fatwa Haram Rokok



Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram rokok yang tujuannya untuk mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai bagian dari tujuan syariah (hukum Islam). Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, fatwa haram merupakan ijtihad para ulama.

"Ini lompatan setelah majelis tarjih mengkaji lebih mendalam soal rokok. Pada 2005, menetapkan hukumnya mubah. Begitu pula pada 2007," ujarnya kepada VIVAnews.


Berikut dalil yang melandasi diambilnya keputusan bahwa merokok hukumnya adalah haram sebagaimana penulis kutip dari naskah Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid bernomor 6/SM/MTT/III/2010:

1. Merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khabaa’its (kotor/najis) yang dilarang dalam Al Quran Surat Al a'raf (ayat) 157.

2. Perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan sehingga itu bertentangan dengan larangan Al Quran Al Baqoroh (ayat) 2 dan An Nisa (ayat) 29.

3. Perbuatan merokok membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok sebab rokok adalah zat adiktif plus mengandung 4000 zat kimia, 69 di antaranya adalah karsinogenik/pencetus kanker (Fact Sheet TCSC-AKMI, Fakta Tembakau di Indonesia) sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi kesehatan. Oleh karena itu merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam hadits Nabi SAW bahwa “tidak ada perbuatan membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.”

4. Rokok diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur racun yang membahayakan walaupun tidak seketika melainkan dalam beberapa waktu kemudian sehingga oleh karena itu perbuatan merokok termasuk kategori melakukan sesuatu yang melemahkan sehingga bertentangan dengan hadits Nabi SAW yang melarang setiap perkara yang memabukkan dan melemahkan.

5. Oleh karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap rokok, maka pembelanjaan uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang dalam Al Quran Surat Al Isra (ayat) 26-27.

6. Merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah (maqaasid asy-syariiah) yaitu perlindungan agama, jiwa/raga, akal, keluarga dan harta.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin tidak mau menjawab polemik seputar fatwa haram rokok yang dikeluarkan oleh organisasi yang dia pimpin. Padahal di internal Muhammadiyah sendiri ada pro dan kotra atas fatwa tersebut.

Bidang itulah juga yang akan menjelaskan soal kucuran dana sebesar Rp 3,6 miliar dari Bloomberg Initiative untuk mendukung gerakan antirokok di Indonesia.

Rabu, 07 April 2010

KONGRES SEPAKBOLA NASIONAL (KSN) UPAYA UNTUK MEMBANGKITKAN SEPAKBOLA INDONESIA DI MATA DUNIA



Ketika trophy piala dunia singgah di Indonesia, dalam event tour ke beberap negara sebelum di perebutkan pada Kejuaraan Piala Dunia 2010 yang di selenggarakan di Afrika Selatan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkesempatan mengangkat/menyentuh secara langsung trophy tersebut, moment itu membuat presiden SBY berhasrat dapat melihat timnas Indonesia dapat memenangkan trophy piala dunia tersebut.



Namun kapankah itu semua akan terwujud ? sedangkan saat ini kondisi persepakbolaan negri ini sedang corak-marut. Dimulai dari gagalnya tim nasional Indonesia mencapai target juara di berbagai tournament yang di ikuti, baik level negara asia maupun level dunia. Kondisi supporter pun sangat mengenaskan, dimana di berbagai daerah terjadi kerusuhan antar supporter pendukung tim kesebelasan favoritnya. Dalam konteks pertandingan pihak pengadil pun di nilai kurang propesional, dimana sering di temukan keberpihakan wasit terhadap tuan rumah penyelenggara pertandingan.



Melihat itu semua timbul lah suatu Ide diselenggarakannya KSN di Malang. Berawal dari keprihatinan Presiden terkait prestasi persebakbolaan nasional yang semakin lama semakin "hancur" bahkan di kawasan ASEAN saja Indonesia tidak mampu "bicara" banyak.
Dipilihnya Malang sebagai tuan rumah, diantaranya prestasi Kota Malang yang mampu mengantarkan dua tim profesionalnya berlaga di ajang LSI 2009/2010, dan kiprah Aremania (suporter Arema) yang pernah menyandang gelar suporter terbaik.

Selama dua hari para stakeholder sepak bola Indonesia menggelar Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang. Ada tujuh poin rekomendasi dari kongres yang berlangsung 30-31 Maret serta dibuka Presiden SBY itu.

Salah satu poin yang perlu digarisbawahi adalah semangat mereformasi PSSI. Begini lengkapnya poin tersebut: PSSI perlu segera melakukan reformasi dan strukturisasi atas dasar usul, saran, dan kritik serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkret sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan oleh masyarakat.
Memang, persoalan sepak bola kita bukan sekadar mereformasi PSSI. Ada sejumlah masalah krusial yang melibatkan semua pihak. Mulai persoalan pembinaan, infrastruktur olahraga, hingga lemahnya sumber daya manusia (SDM): seperti pelatih yang bermutu, wasit yang cermat, serta pembinaan nonteknis seperti manajemen sepak bola, dana hingga pembinaan suporter.
Kepada pemerintah, kita perlu bertanya, seberapa jauh perannya dalam memperhatikan sepak bola. Apakah pemerintah sudah membantu menyiapkan lapangan-lapangan sepak bola yang menjadi tempat para anak-anak muda mengasahkan keterampilan? Apakah pemerintah sudah berpartisipasi mendirikan stadion-stadion yang bisa membuat sepak bola menjadi bergairah? Tapi, yang terjadi, mengapa pemerintah (baik pusat maupun daerah) membiarkan sarana sepak bola berubah fungsi menjadi pusat bisnis. Stadion Menteng yang megah di jantung Jakarta, misalnya, kini menjadi kenangan karena sudah berubah fungsi.

Sikap pemerintah yang menganggap olahraga hanya sekadar pelengkap juga terlihat dari alokasi dana APBN. Pemerintah hanya mengucurkan Rp 1,7 triliun lewat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk memajukan olahraga, dan sepak bola hanya salah satu dari cabang. Nilai ini tak sampai 0,2 persen dari postur APBN yang total lebih dari Rp 1.000 triliun. Sungguh kue pembagian yang kecil dibandingkan dengan harapan masyarakat Indonesia untuk memajukan sepak bola.

Tanpa infrastruktur yang memadai dan dana pembinaan yang cukup, mustahil kita bisa mencapai prestasi yang kita inginkan. Sudah banyak contoh, semakin merosotnya prestasi sepak bola berbanding lurus dengan minimnya sarana dan amburadulnya pembinaan.

Karena itu, konsep reformasi dan perubahan untuk memajukan sepak bola tidak hanya dilakukan dalam tubuh PSSI, tapi juga bagaimana mengubah visi pemerintah untuk tidak menjadikan olahraga sebagai sekadar aksesiori dalam pembangunan.

Bila PSSI dan pemerintah tidak melakukan perubahan, atau tetap begini-begini saja, jangan harap kita bisa bicara di kancah internasional. Tanpa aksi nyata, keinginan agar sepak bola Indonesia mencapai prestasi dunia, seperti moto Kongres Sepak Bola Nasional, hanya sebuah mimpi !!!!