Rabu, 07 April 2010

KONGRES SEPAKBOLA NASIONAL (KSN) UPAYA UNTUK MEMBANGKITKAN SEPAKBOLA INDONESIA DI MATA DUNIA



Ketika trophy piala dunia singgah di Indonesia, dalam event tour ke beberap negara sebelum di perebutkan pada Kejuaraan Piala Dunia 2010 yang di selenggarakan di Afrika Selatan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkesempatan mengangkat/menyentuh secara langsung trophy tersebut, moment itu membuat presiden SBY berhasrat dapat melihat timnas Indonesia dapat memenangkan trophy piala dunia tersebut.



Namun kapankah itu semua akan terwujud ? sedangkan saat ini kondisi persepakbolaan negri ini sedang corak-marut. Dimulai dari gagalnya tim nasional Indonesia mencapai target juara di berbagai tournament yang di ikuti, baik level negara asia maupun level dunia. Kondisi supporter pun sangat mengenaskan, dimana di berbagai daerah terjadi kerusuhan antar supporter pendukung tim kesebelasan favoritnya. Dalam konteks pertandingan pihak pengadil pun di nilai kurang propesional, dimana sering di temukan keberpihakan wasit terhadap tuan rumah penyelenggara pertandingan.



Melihat itu semua timbul lah suatu Ide diselenggarakannya KSN di Malang. Berawal dari keprihatinan Presiden terkait prestasi persebakbolaan nasional yang semakin lama semakin "hancur" bahkan di kawasan ASEAN saja Indonesia tidak mampu "bicara" banyak.
Dipilihnya Malang sebagai tuan rumah, diantaranya prestasi Kota Malang yang mampu mengantarkan dua tim profesionalnya berlaga di ajang LSI 2009/2010, dan kiprah Aremania (suporter Arema) yang pernah menyandang gelar suporter terbaik.

Selama dua hari para stakeholder sepak bola Indonesia menggelar Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang. Ada tujuh poin rekomendasi dari kongres yang berlangsung 30-31 Maret serta dibuka Presiden SBY itu.

Salah satu poin yang perlu digarisbawahi adalah semangat mereformasi PSSI. Begini lengkapnya poin tersebut: PSSI perlu segera melakukan reformasi dan strukturisasi atas dasar usul, saran, dan kritik serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkret sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan oleh masyarakat.
Memang, persoalan sepak bola kita bukan sekadar mereformasi PSSI. Ada sejumlah masalah krusial yang melibatkan semua pihak. Mulai persoalan pembinaan, infrastruktur olahraga, hingga lemahnya sumber daya manusia (SDM): seperti pelatih yang bermutu, wasit yang cermat, serta pembinaan nonteknis seperti manajemen sepak bola, dana hingga pembinaan suporter.
Kepada pemerintah, kita perlu bertanya, seberapa jauh perannya dalam memperhatikan sepak bola. Apakah pemerintah sudah membantu menyiapkan lapangan-lapangan sepak bola yang menjadi tempat para anak-anak muda mengasahkan keterampilan? Apakah pemerintah sudah berpartisipasi mendirikan stadion-stadion yang bisa membuat sepak bola menjadi bergairah? Tapi, yang terjadi, mengapa pemerintah (baik pusat maupun daerah) membiarkan sarana sepak bola berubah fungsi menjadi pusat bisnis. Stadion Menteng yang megah di jantung Jakarta, misalnya, kini menjadi kenangan karena sudah berubah fungsi.

Sikap pemerintah yang menganggap olahraga hanya sekadar pelengkap juga terlihat dari alokasi dana APBN. Pemerintah hanya mengucurkan Rp 1,7 triliun lewat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk memajukan olahraga, dan sepak bola hanya salah satu dari cabang. Nilai ini tak sampai 0,2 persen dari postur APBN yang total lebih dari Rp 1.000 triliun. Sungguh kue pembagian yang kecil dibandingkan dengan harapan masyarakat Indonesia untuk memajukan sepak bola.

Tanpa infrastruktur yang memadai dan dana pembinaan yang cukup, mustahil kita bisa mencapai prestasi yang kita inginkan. Sudah banyak contoh, semakin merosotnya prestasi sepak bola berbanding lurus dengan minimnya sarana dan amburadulnya pembinaan.

Karena itu, konsep reformasi dan perubahan untuk memajukan sepak bola tidak hanya dilakukan dalam tubuh PSSI, tapi juga bagaimana mengubah visi pemerintah untuk tidak menjadikan olahraga sebagai sekadar aksesiori dalam pembangunan.

Bila PSSI dan pemerintah tidak melakukan perubahan, atau tetap begini-begini saja, jangan harap kita bisa bicara di kancah internasional. Tanpa aksi nyata, keinginan agar sepak bola Indonesia mencapai prestasi dunia, seperti moto Kongres Sepak Bola Nasional, hanya sebuah mimpi !!!!

1 komentar: